AWASSS....ARTIKEL & GAMBAR-2 DI BAWAH INI MENGANDUNG RATJOEN !!
Lecet-lecet karena terkena karang, saya sudah biasa mengalaminya. Namun eksplorasi keindahan bawah laut Sulawesi yang kali ini betul-betul membuat saya babak belur. Sekujur kaki dan tangan lecet-lecet terkena karang. Untungnya, apa yang saya dapat trip kali ini sangatlah sepadan dan 'worthed banget' (istilah sok Inggris yang dipaksakan utk di-Indonesiakan :p).
Lecet-lecet karena terkena karang, saya sudah biasa mengalaminya. Namun eksplorasi keindahan bawah laut Sulawesi yang kali ini betul-betul membuat saya babak belur. Sekujur kaki dan tangan lecet-lecet terkena karang. Untungnya, apa yang saya dapat trip kali ini sangatlah sepadan dan 'worthed banget' (istilah sok Inggris yang dipaksakan utk di-Indonesiakan :p).
Sebetulnya saya pribadi sudah penasaran
dengan Pulau yang bernama Poat a.k.a Puah ini sejak sebelum trip ke Tinalapu.
Seorang diver pernah kasih ulasan singkat tentang keindahan bawah laut pulau
ini di situs yg memetakan dive sites
di sekitar Kepulauan Togean dan Kepulauan Banggai. Namun mengingat jaraknya
yang lumayan jauh, Dewan Syuro ‘Nyilem Kleb’ memutuskan mengunjungi
Tinalapu terlebih dahulu di trip sebelumnya.
Route perjalanan kali ini |
Dan akhirnya, setelah dua minggu sebelumnya batal ke Poat karena ada pemblokiran jalan dan mengalihkan trip ke Pulau Banyak, Sasumpuan dan Tikus di Kepulauan Banggai, perjalanan ke Pulau
Poat bisa terlaksana juga akhir pekan kemarin. Meski nggak betul
betul menginjakkan
kaki ke Pulau Poat, paling tidak jarak dari pulau yang kami singgahi ke
Pulau
Poat tinggal selemparan kolor -lah (yang ngelempar minimal sekelas Hulk atau Sri Kresna saat sedang ber- triwikrama…hehe..).
Setelah menginap semalam di
Pagimana, pagi harinya jam 06.15 kapal perahu kami sudah angkat sauh menuju Pulau
Poat. Untuk menghemat waktu, sarapan nasi goreng kami lakukan di atas kapal. Singkat cerita, sekira 2 jam
telinga terpapar polusi suara akibat suara mesin kapal kayu yang meraung raung
dan bikin suara serak juga karena harus selalu teriak ketika harus ngomong dengan
orang lain, akhirnya kapal kami mendekat ke Pulau Poat. (Ingat : next trip kudu
bawa ear-plug !!)
Para Manusia Perahu - Photo by Yulian DK & Yuto Hori |
Sebelumnya kami mendapat info
bahwa Pulau Poat merupakan pulau yang berpenghuni. Terdapat sedikitnya empat
desa di pulau tersebut. Menurut pengalaman kami, di pulau berpenghuni biasanya
keindahan bawah lautnya kurang terjaga. Oleh sebab itu, melihat beberapa pulau
kecil cantik di sekitar Pulau Poat lebih membuat kami tertarik dan segera
melabuhkan kapal di sebuah pulau yang awalnya kami tidak tahu namanya.
Belakangan makelar kapal kami, Pak Nurlan (dengan ragu) mengatakan bahwa pulau tersebut bernama
Pulau Boba.
Terlepas benar tidaknya nama tsb, yang jelas pulau ini sudah membuat saya jatuh hati dan timbul hasrat untuk membelinya (loe kate kayak cukong-2 kita yg mampu dan demen beli pulau?).
Terlepas benar tidaknya nama tsb, yang jelas pulau ini sudah membuat saya jatuh hati dan timbul hasrat untuk membelinya (loe kate kayak cukong-2 kita yg mampu dan demen beli pulau?).
Pulau Boba, berlatar belakang Pulau Poat - Photo by Khoirul |
Pertama kali melompat terjun dari kapal
dan langsung menyelam, first impression-nya
“ruarrrr… biasa….”. Mata yang sehari-hari kebanyakan dipakai cuma buat melototin
benda persegi empat bernama layar monitor komputer ini secara spontan termanjakan oleh hamparan
terumbu karang di area palung eksotik dengan kualitas air yang -meminjam istilah bos saya- extra ordinary !
Photo by Khoirul |
Pokoke Te-O-Pe Be-Ge-Te, deh.
Eiittss...sebelum kita lanjut, iklan dulu yaaa......
Eiittss...sebelum kita lanjut, iklan dulu yaaa......
Me & Nyilemers in Action - Photo by Yulian DK & Yuto Hori |
Yang potonya ngga kepajang disini jangan ngiri yeee...(sono...bikin blog sendiri...hehe... )
Photo by Yulian DK |
Sejauh pengalaman saya menikmati
keindahan bawah laut di Pulau Jawa dan Sulawesi, harus saya akui bahwa ini
adalah pemandangan bawah laut terbaik yang pernah saya lihat.
Hamparan terumbu karang selebar gambar di samping ini konon hanya mungkin tumbuh di tempat yang kualitas air lautnya sangat bagus.
Seekor ikan yang saya duga termasuk keluarga Puffer Fish alias Ikan Buntal saya kejar-kejar untuk saya foto, meski saya tahu ikan tersebut termasuk kategori ikan beracun. Habis lucu sih, perutnya buntal dan mukanya belang kaya guk-guk.
Nemo Carnival - Photo by Yuto Hori & Andi E. Wibowo |
Hamparan terumbu karang selebar gambar di samping ini konon hanya mungkin tumbuh di tempat yang kualitas air lautnya sangat bagus.
So colorful, meski sebagian diantaranya beracun - Photo by Yulian DK |
Seekor ikan yang saya duga termasuk keluarga Puffer Fish alias Ikan Buntal saya kejar-kejar untuk saya foto, meski saya tahu ikan tersebut termasuk kategori ikan beracun. Habis lucu sih, perutnya buntal dan mukanya belang kaya guk-guk.
Penampakan Puffer Fish yang saya kejar-kejar - Photo by Khoirul
|
Sayangnya belum puas kami berenang dan bersnorkel, arus kuat segera datang. Mempertimbangkan unsur safety, terpaksa kami segera minggir ke pantai. Saat itulah bencana itu bermula sekaligus mencapai klimaksnya. Ketika bermaksud menepi dan sedang berjalan di bagian yang dangkal, beberapa kali saya roboh terhempas kuatnya arus dan dengan sukses menimpa terumbu2 karang yang sudah mati dan mengeras itu (wadawww…... !!)
Ternyata setelah minggir dan berendam di pantai ada kegiatan lain yang nggak kalah serunya. Ombak2 kecil yang tiba2 datang seiring arus yang tiba2 kencang menghempas kami yang tidur2an di pasir dengan separuh badan terendam di dalam air. Ssssstttttt…..ada yg bilang lohhh…kalo suasananya kayak kolam ombak di Dufan……(Atlantis kaleee……qiqiqi…)
Lupa sama kerjaan, what a beautiful life ! - Photo by Yuto Hori |
Setelah ritual wajib masak
indomie dan memakannya bersama-sama, akhirnya kami harus segera pulang. Oya,
kapal kami yang berukuran cukup besar memang tidak bisa bersandar. Untungnya hal
ini sudah mereka antisipasi dan sebauh perahu kecil sudah dipersiapkan dan
ditarik di belakang kapal sepanjang perjalanan. Perahu kecil inilah yang
mengangkut kami berikut seperangkat peralatan lenong dari perahu ke pantai dan juga
sebaliknya ketika akan pulang.
Proses Transfer - Photo by Khoirul |
Saat akan kembali ke kapal terjadilah
insiden yang menimpa seorang teman kami,
Yadi. 2 ekor HaPe dan 1 power bank-nya
‘nyemplung’ dan esoknya diumumkan RIP gara-2 ngambek sebelumnya nggak diajak
snorkeling (update : HP yg satunya berhasil diselamatkan). Seinget saya udah tiga kali kejadian HaPe ikutan nyilem kayak gini. Pertama Si Arya, trus Pak Romz, trus kali
ini giliran Si Yadi. Barangkali perlu juga beli dry-bag, yach ?
Saat perjalanan kembali ke
Pagimana, sekawanan lumba lumba melengkapi tour kami dengan menari mengiringi
kapal kami. Suatu hal yang sering saya bayangkan akan saya temui
di petualangan dari pulau ke pulau, akhirnya bisa saya dapatkan. Kamera yang menggantung
di leher segera saya setel ke mode video. Sayangnya saya belum familiar dengan
kamera pinjeman dari bos ini. Menunya bahasa Jepun pula, sehingga modenya berpindah-pindah dari
mode rekam-pindah ke photo (takut videonya ngga jalan)-video lagi.
Lumba Lumba di Perjalanan Boba-Pagimana - Photo by Khoirul & Yuto Hori |
So, momen langka yang sangat singkat
tsb tidak komplit saya nikmati karena sibuk dengan settingan kamera. Tapi lumayan lah,
tarian lumba-lumbanya sempat kami rekam meskipun tidak komplit dan seindah video tarian lumba-lumba di Raja Ampatnya
Farid Gaban di 'Expedisi Khatulistiwa' yang keren abisss.
Dancing Dolphins
Ini gambar-gambar para 'penguasa' pesisir Pagimana yang saya ambil secara iseng sambil ngantri giliran mandi di Restoran Ester.