Fyuuhhh….sibuk sekali akhir2 ini dengan pekerjaan di kantor,
apalagi mempersiapkan segala sesuatunya
sebelum saya pindah tugas ke tanah Celebes. Sampai sampai baru sekarang sempat bikin
field trip report tentang perjalanan ke Dieng, “The God’s Abode”. Hehe…lucu
juga ya..cerita trip di tanah Jawa, tapi dibuat nya justru setelah ada di Sulawesi.
Februari lalu saya bersama dua orang sahabat melakukan
perjalanan ke negeri di atas awan ini. Kami memulai perjalanan dengan
menggunakan bus yang berangkat dari terminal Lebak Bulus menuju kota Wonosobo.
Jadwal keberangkatan bus yaitu pukul 5 sore membuat hari Jum’at yang (kata
orang) adalah hari pendek menjadi semakin terasa lebih pendek.
Sebetulnya cukup deg degan juga mengawali perjalanan kali
ini, mengingat kali ini adalah musim penghujan. Di saat Jakarta sibuk dengan
penanggulangan banjir, kami malah ke daerah dataran tinggi, yang biasanya
tingkat curah hujannya relatif lebih tinggi. Apalagi tujuan utama trip kali ini
adalah berburu sunrise. Gimana kalo udah jauh-jauh kesana ternyata saat
menunggu sunrise malah turun hujan ? Dan kamipun cuma bisa berharap dan berdoa,
semoga cuaca bersahabat dengan kami.
Dan benar saja, memasuki kota Wonosobo kami disambut oleh
hujan. Untungnya hujan tidak berlangsung lama. Dan setelah istirahat sebentar
di sebuah musholla, kami melanjutkan perjalanan dengan naik angkot dan
disambung dengan mikro bus yang menuju Dieng.
Sekitar pukul 10.00 pagi kami sudah tiba di Dieng (pertigaan
penginapan Bu Djono). Banyak sekali homestay yang disewakan di daerah tersebut
dan kami segera memilih salah satunya untuk tempat istirahat. Harga kamarnya
murah banget loohh…Cuma 150 k, sudah ada air panasnya untuk mandi. Tapi ya
begitulah, kondisi kamar apa adanya. Jika dibandingkan dengan kamar di hotel, ibaratnya seperti bumi dan langit. Yang
penting ada air panasnya deh, soalnya suhu di Dieng pada malam hari mencapai
belasan derajat celcius. Apalagi jika di musim panas, maka malam harinya bisa
dibawah nol derajat sehingga kabarnya embun-embun pagi yang yang menempel di
dedaunan berubah menjadi es dan membeku.
Setelah mandi dan membersihkan diri, kami segera memulai
eksplorasi dengan menuju Telaga Warna. Ternyata sebelum memasuki area telaga
warna, kami ditawari tiket terusan untuk 4 lokasi wisata sekaligus, yaitu
Telaga Warna, Dieng Plateu Theatre, Kawah Sikidang dan Kompleks Candi Arjuna. Kamipun membeli
tiket tiket terusan tersebut.
Memasuki area telaga warna, kami segera mencari sebuah spot
untuk foto yang jadi landmark di telaga warna. Inilah spot yang saya maksud
(numpang narsis dulu yaaa…)
Sebuah grup pengamen daerah yang mangkal disitu menghibur para
pengunjung yang sedang berfoto ria. Lagu-lagunya OK banget looohh…
Puas berfoto disitu kami segera mencari spot lain, dimana
kira-kira bisa mendapatkan view telaga warna dari ketinggian. Ketika tadi kami masuk ke area telaga warna dari pos kecil,
kami melihat ada jalan setapak menuju bukit di atas telaga warna. Akhirnya kami
putuskan menaiki bukit tersebut dengan mengikuti jalan setapak. Di keesokan
harinya kami baru diberitahu oleh guide yang mengantar kami ke bukit Sikunir
bahwa spot itulah yang terbaik untuk mengabadikan telaga warna. Ya…memang saat
itu rombongan wisatawan lain tidak ada yang se’iseng’ kami untuk mendaki bukit.
Tapi sesampainya diatas dengan nafas yang tersengal sengal, kamipun segera
mendapatkan bayarannya, View Telaga Warna dan Telaga Pengilon dari atas.
Sayangnya saya nggak bawa (belom punya) lensa wide. Cuma
berbekal lensa fix 55mm dan lensa tele pinjaman teman membuat acara
foto-memfoto jadi kurang menyenangkan. Lha wong
moto landscape koq tanpa lensa wide..ibarat pake kacamata kuda…hikss..hikss.
Turun dari bukit kami berjalan menuju Dieng Plateau Theatre.
Ternyata hujan mulai turun. Kamipun berteduh di bawah tenda penjual gorengan sambil
minum minuman jahe penghangat tubuh. Tak lupa kami pesan jamur dan kentang goreng,
hasil produksi pertanian utama di Dieng.
Sambil menunggu hujan yang turun cukup deras, kami masuk ke
Dieng Plateau Theatre. Ternyata, tak satupun dari kami bertiga yang menonton
film yang disuguhkan secara utuh. Nyatanya, kami sama-sama tertidur saat
pemutaran filmnya….hahaha….
Barangkali saking capeknya menempuh perjalanan dengan
berjalan kaki membuat kami merasa dinina bobokan di dalam theatre tsb.
Usai pemutaran film, usai juga hujan yang mengguyur bumi
Dieng. Melihat jalan setapak kearah perbukitan
di samping theatre membuat kami penasaran ingin melihat Telaga Warna dari sudut
yang lain.
Inilah view Telaga Warna dari perbukitan tsb.
'mirroring lake' |
Tak terasa hari menjelang sore dan kamipun segera berjalan
pulang kea rah homestay. Kebetulan saya juga kurang tertarik mengunjungi Kawah
Sikidang saat ini, karena fokus saya memang cuma Telaga Warna, Candi Arjuna dan
Bukit Sikunir.
"Tujuan Kami Esok Pagi !" |
Karena relatif dekat dengan homestay, maka kami mampir ke
Candi Arjuna dulu sebelum kembali ke homestay. Komplek candinya cukup menarik
dan tertata rapi. Letaknya cukup terbuka dan dikelilingi pohon comara yang
tertata apik. Lagi lagi saya bermasalah dengan lensa saya yang ngga bisa
menangkap obyek dengan sudut lebar…huhuhu…
menanti senja di pelataran candi :) |
Sepulangnya dari kompleks Candi Arjuna, kami mulai mencicipi
hawa dingin kawasan Dieng yang awalnya memang sudah saya khawatirkan. Enak juga
para pemilik homestay disana ya…nggak perlu menyediakan kamar ber-AC… hehe..
Kami bangun pukul 3.00 pagi dan bersiap-siap untuk mendaki
bukit sikunir. Ternyata baru jam 4 lewat Bapak pemandunya datang. Dengan
diantar menggunakan tiga buah sepeda motor, kami menuju Desa Sembungan yang
merupakan Desa Tertinggi di Pulau Jawa.
Setelah sholat Subuh berjamaah di desa
Sembungan, kami menuju kaki Bukit Sikunir. Setelah parkir, dumulailah
pendakian.
Sebetulnya bukitnya sendiri tidak terlalu tinggi dan hanya
membutuhkan sekitar 20 menit pendakian. Namun karena sudutnya yang lumayan
terjal dan tipisnya udara membuat saya tersengal-sengal dan berhenti beberapa
kali.
Setelah bersusah payah, akhinya sampai juga di puncaknya.
Haaaahhhh….ternyata di atas sudah banyak orang yang datang untuk menunggu
sunrise…
Ada juga penjual kopi dan minuman hangat di puncak bukit tsb.
Berikut rekaman gambar2 di bukit Sikunir.
Sebetulnya Gn. Sindoro dan Gn. Sumbing terlihat jelas berdampingan. Apa daya...hiksss...hiksss...
Golden Sunrise @Sikunir |
Ada yang bilang kayak di Florence (andai pakai overcoat)...xixixi... |
Negeri Di Atas Awan |
Telaga Cebong nan menawan, di kaki Sikunir |
Menurut guide kami, beliau beserta rekan2 seprofesinya
sebetulnya sudah jarang ke Sikunir. Mereka sebetulnya khawatir karena dengan
semakin ramainya orang ke Bukit Sikunir, maka minat orang untuk menikmati golden
sunrise di Dieng akan menyusut. Dan merekapun mencari spot terbaik yang lain
untuk menikmati golden sunrise di Dieng. Spot yang baru mereka temukan ada di
Gunung Pakuwaja yang lebih tinggi dari bukit Sikunir. Namun panorama yang ditawarkan
sangatlah menggiurkan. Ada savananya juga yang bisa kita nikmati di tempat tsb.
Lain kali deh Mas, kalo kami ke Dieng lagi akan minta diantar kesana.
Dari sang guide, kami juga diberitahu dimana penjual mie
ongklok khas Wonosobo yang enak. Jadi sepulangnya dari Dieng kami sempatkan mampir
ke warung mie ongklok yang dimaksud. Dan rasanya memang maknyussssss……………
Maap, lupa nama tempatnya |
No comments:
Post a Comment