Liburan ke Kepulauan Seribu biayanya mahal? Ya! Itu kalau anda mengunjungi resort dan berangkat dari pelabuhan
Marina Ancol. Ingin mencoba kesana dengan budget lebih ringan? Mungkin bisa simak perjalanan saya ke Kepulauan Seribu bersama dua orang sahabat saya berikut ini.
Tadinya kami bermaksud naik bis dan angkot untuk mencapai Muara Angke. Namun berhubung hari libur dan takut ketinggalan kapal, maka selepas subuh kami naik taksi langsung ke dermaga Muara Angke. Sekitar pukul 6.00 kami tiba di Muara Angke. Segera saja bau-bau ‘sedap’ menyambut kedatangan kami.
Benar saja, sesampainya disana kapal sudah penuh dan akan segera berangkat ke Pulau Tidung. Ternyata kapal yang jadwal berangkatnya sekitar pikul 07.15 itu langsung angkat sauh begitu penumpangnya penuh.
Pukul 06.15 kapal kami berangkat menuju ke Pulau Tidung. Karena cuaca cerah (padahal beberapa hari sebelumnya Jakarta selalu diguyur hujan di pagi hari), kami duduk di bagian luar (atap kapal). Kapal ferry ini mengangkut penduduk Pulau Tidung dan wisatawan2. Saya lihat beberapa sepeda motor juga diangkut kapal ini. Soal keamanan? Hehehe…Orang Indonesia gitu Loohhh… Rasio life vest yang dibawa kapal ini dengan jumlah penumpang seperti anak perawan di sarang penyamun (hahaha…Jaka Sembung!!). Tapi ini justru memicu adrenalin lhoo…(khususnya buat orang yang berpikir keselamatan)
Selang beberapa saat setelah kapal angkat sauh, terlihat siluet deretan apartemen Re**ta yang seakan mempertontonkan keangkuhan metropolis, menghadap menantang perairan Laut Jawa, menjulang tinggi ke langit di bibir pantai Teluk Jakarta
Aihh..indahnya cuaca hari itu. Sambil berkelakar saya katakan pada teman saya kalau malam sebelumnya saya sudah mengadakan kesepakatan dengan Poseidon, sang dewa penguasa laut dalam mitologi Yunani.
Sekitar 3,5 jam kemudian kapal kami merapat di Pulau Tidung setelah ditarik ongkos Rp. 33 rb/orang. Seorang penduduk setempat (kenalan kami) menjemput kami di dermaga. Kamipun langsung menuju kantor sebuah instansi tempatnya bekerja yg akan kami gunakansebagai tempat kami menginap.
Sebetulnya ada beberapa losmen yang disewakan disana. Tarifnya sekitar 250 rb – 300 rb-an/malam. Namun saat itu bersamaan dengan rombongan dari Ca**on Adventure yang membooking hampir seluruh penginapan di pulau kecil tersebut. Untungnya kami sudah ada tempat menginap, meski itu sebuah kantor..hehe..
Setelah mengaso sejenak, kami berkeliling seputar lokasi penginapan, mencari sepeda yang bisa disewa dan untuk mengelilingi pulau. Namun ternyata sepeda sepeda sudah habis disewa oleh rombongan Ca**on Adventure. Untuk mengisi perut, kami mampir di sebuah warung mie di dekat dermaga.
Kebetulan hari itu hari Jum’at. Segera kami mandi dan sholat Jum’at. Kata kenalan kami, penduduk di pulau tersebut 100% muslim.
Seusai Jum’atan kami segera berjalan kaki ke ujung timur pulau Tidung Besar (di pulau kecil ini tidak ada mobil lho). Di tengah jalan kami melihat ada sebuah perahu besar sedang dikerjakan. Kami mampir di tempat pembuatan kapal Ferry tersebut dan ngobrol dengan pembuatnya. Rencananya kapal itu akan menjadi kapal Ferry terbesar di antara kapal2 yg ada di Pulau Tidung dan Pramuka. Katanya biaya pembuatan kapal kayu tsb setara dengan 2 unit avanza versi termahal !! Wauww…!!
Di ujung barat pulau tsb ada sebuah jembatan panjang yang menghubungkan pulau Tidung Besar dan pulau Tidung Kecil. Mungkin panjang jembatan tersebut sekitar 200 an meter. Di beberapa bagian, jembatan tsb dibuat melengkung untuk memudahkan kapal2 atau perahu yang lewat.. Di bawahnya, gradasi warna biru laut hingga hijau tosca memanjakan mata kami…ambooyyy…….
Beberapa wisatawan berenang disekitar jembatan. Beberapa sedang snorkeling. Beberapa orang menjajal adrenalin dengan lompat ke laut melalui jembatan yang melengkung tadi. Saya tergoda untuk ikut melompat. Kami harus melihat ke belakang dulu, memastikan tidak ada perahu atau kapal yang sedang lewat. Beberapa saat saya sempat ragu-ragu karena lengkungan jembatan itu cukup tinggi, sekitar 5-6 meter dari permukaan laut. Setelah melihat cewek-cewek juga ikut melompat, waduh ..gengsi dong kalau nggak berani. Akhirnya…byurrr…..tahu-tahu asinnya air laut langsung saya cicipi.
Saya segera ke tepi dan menyewa peralatan snorkeling pada seseorang yang sedang mengurusi rombongan wisatawan. Berhubung ini pengalaman pertama saya snorkeling, rupanya sulit juga menyesuaikan gerakan kaki (dengan sepatu katak) dan menggunakan maskernya. Namun lama kelamaan mulai terbiasa dan kamipun snorkeling di area bawah jembatan Pulau Tidung Besar – Tidung Kecil. Airnya jernih. Karangnya lumayan bagus, namun agak kurang colourful. Kebanyakan berwarna cokelat. Mungkin karena pulau tsb merupakan tempat pemukiman. Atau barangkali waktu pembuatan jembatan sedikit mencemari karang2nya.
Maka kamipun tergoda untuk tidak lekas kembali ke Muara Angke dengan satu-satunya kapal Ferry dari Pulau Tidung-Muara Angke yang berangkat sekitar 07.00 – 07.30 pagi.
Menjelang maghrib, kami bergegas berjalan ke ujung barat pulau dan berharap melihat sunset. Sayangnya matahari kurang terlihat jelas karena faktor cuaca, sehingga kurang indah sewaktu diabadikan dengan lensa.
Malamnya, setelah kongkow-kongkow di atas kapal yang tertambat di dermaga (sempat tidur-tiduran beratapkan langit dan menikmati gemintang), kamipun memutuskan kembali ke tempat menginap untuk beristirahat.
Paginya, setelah sholat subuh kami bergegas ke ujung timur pulau lagi untuk mengejar sunrise. Rupanya banyak pula wisatawan yang mengkayuh sepeda dengan cepat ke arah yang sama dengan tujuan yang sama pula. Sesampainya di jembatan, banyak fotografer membidikkan lensa ke arah matahari terbit. Saya sempat putus asa karena matahari tak kunjung muncul. Padahal hari sudah mulai terang.
Tiba-2 muncullah sang surya yang ditunggu-tunggu, meski psosisinya sudah agak naik sekitar 30 derajat dari horizon. Disaat semua orang mengarah ke jembatan, kami menemukan spot yang cukup eksotis. Di ujung tanggul pemecah ombak, ada tiga buah perahu nelayan tertambat dan menghadap langsung ke arah matahari terbit. Habis-habisan deh kami ‘begaye’..hehe...
Setelahnya, segera saya menelpon penyedia jasa perahu ke pulau pramuka. Rencananya kami akan kembali ke Muara Angke melalui ferry dari Pulau Pramuka yang berangkat sekitar jam 1 siang. Setelah tawar menawar disepakati harga sewa Rp. 350 rb termasuk menyewa peralatan snorkeling.
Pukul Delapan pagi kami meninggalkan Pulau Tidung menggunakan perahu karet. Di tengah laut kami melihat rombongan ikan-ikan tongkol melompat dikelilingi camar-camar laut yang menanti mangsa (kereeennnn….eeuuyyy!!). Sayangnya waktu kami mendekat, mereka langsung bubar jalan..(eh….bubar berenang dan bubar terbang ding..)
Di dekat Pulau Air, terdapat spot untuk snorkeling yang bagus. Kami lihat beberapa perahu nelayan mengelilingi spot snorkeling tsb, menunggu wisatawan yang sedang snorkeling. Perahu karet kamipun segera bergabung dan byuuurr…saya langsung nggak sabar menikmati secuil dari keindahan keragaman hayati bahari negeri kita ini.
Benar saja…mata kami segera disuguhi panorama bawah laut yang eksotis. Setelah puas snorkeling, kami berhenti di sebuah spot di Pulau air untuk mengambil foto-foto. Namun karena Pulau Air merupakan sebuah resort, kami hanya mendekati pulau sebuah pulau2 kecil di sekitarnya.
Setelah itu kamipun melanjutkan perjalanan ke Pulau Pramuka. Kami mampir di sebuah tempat makan yang meyediakan kamar mandi untuk bilas. Pulau Pramuka terlihat lebih ramai karena pulau ini merupakan
kota administratif di kepulauan seribu. Terlihat bangunan bangunan yang cukup besar seperti Rumah Sakit Umum Daerah dan masjid yang cukup besar. Tempat penyewaan peralatan scuba-diving dan snorkeling pun terlihat dari dekat dermaga.
Setelah mampir sejenak ke tempat budi daya penyu, kami segera menuju masjid besar di dekat dermaga untuk sholat dan menunggu kapal yang akan berangkat ke Muara Angke. Benar saja, ramainya pengunjung di hari-2 tsb membuat penumpang berebut naik begitu kapal ferrynya merapat. Kamipun memaksakan diri naik dan duduk di ruang nakhoda, meski katanya akan ada satu kapal lagi saking banyaknya calon penumpang.
Sayang sekali kepulangan kami harus diwarnai sebuah insiden yang cukup mengganggu. Dua kali kapal kami mogok dan terapung apung di laut karena kehabisan solar. Rupanya tanki solarnya bocor. Untung saja ombaknya tidak besar sehingga kami tidak sampai mabuk laut. Beruntung ada kapal lain yang mau memberi solar ke kapal kami dan kamipun bisa melanjutkan perjalanan. Ketika apartemen Re**ta mulai terlihat kapal kami mogok lagi. Cukup lama dan membuat kami mulai khawatir karena awan hitam mulai terlihat di kejauhan. Jam menunjukkan sekitar pukul 4 sore dan untuk menghibur diri, saya kembali berkelakar, “kesepakatan aku dengan Poseidon cuma sampai setengah lima sore, namun kapal yang mogok diluar tanggung jawabnya”
Akhirnya sekitar 16.30 sampai juga kami di Muara Angke. Sebelum pulang, kami mampir ke pasar ikan dan membeli ikan dan cumi2 untuk oleh-oleh.