Saturday, May 29, 2010

Pelajaran Cinta Dari Ainun-Habibie

“Ainun dilahirkan untuk Habibie”, kata Pak Habibie.  Ahh..tak dinyana, betapa romantisnya mantan presiden kita yang pernah jadi icon orang pintar di Indonesia ini.  Sang Mr.  ‘Crack’ ini (disebut demikian karena konon beliau mampu menghitung keretakan pesawat terbang), tidak hanya sekedar bicara.  Kata kata tersebut diucapkan mengiringi kepergian istri tercintanya, Ainun.

Tak pelak lagi kisah cinta mereka segera menjadi trending topics di twitter.  Bagi saya beliau jauh lebih romantis ketimbang pasangan penyanyi yang di awal pernikahannya melejitkan hits hits duet lagu bertemakan keagungan cinta.  Setidaknya Pak Habibie membuktikan ikrar cinta “Till death do us part”, dibandingkan usia pernikahan pasangan penyanyi tersebut yang mungkin hanya seperempat atau sepertiga usia pernikahan Pak Habibie.

Bu Ainun telah mengorbankan cita-citanya sejak kecil, yakni menjadi Dokter Spesialis Anak, demi mendampingi suami tercintanya kemanapun beliau bertugas.  Pak Habibie membalasnya dengan menjadikan beliau istri tercintanya, setia sampai akhir hayat pejuang kemanusiaan tersebut.

Fenomena kawin cerai di kalangan selebritis agaknya mulai membuat masyarakat jengah.  Kisah cinta Ainun- Habibie terbukti mendapat simpati dari banyak pihak.  Betapa banyak bahtera pasangan pasangan cinta yang kandas di tengah jalan dengan alasan yang sederhana, ‘adanya orang ketiga’.

Tak salah jika kita mengagumi seseorang yang bukan pasangan hidup kita.  Namun hendaknya kekaguman kita tidak membuat kita hanyut dalam cinta terlarang yang berkepanjangan.  Percayalah bahwa urusan jodoh termasuk salah satu yang telah menjadi ketetapanNya.  Betapapun seringnya kita melihat ‘rumput tetangga’ yang lebih hijau, hendaknya jangan sekali-sekali kita mencoba invasi untuk menguasai ataupun mengakuisisinya.
Meminjam bahasa teman saya, “Sudah jadi kavling orang tuh, buat apa juga masih didemenin”.

Untuk alasan yang lebih agamis, beberapa memilih jalur poligami.  Saya bukan orang yang anti poligami, karena memang hal ini dibenarkan secara syar’i.  Namun secara kodrati manusia memiliki kecemburuan dan sifat possessive terhadap orang-orang yang dicintainya.  Ini yang menyebabkan hampir semua kaum hawa (tidak semua, lho!) tidak bersedia dimadu.

Bukankah Rasulullah SAW tetap setia dengan istri tercintanya Khadijah Al Kubro sampai beliau wafat?  Saat itu beliau sudah berumur sekitar 50 tahun, yang berarti usia pernikahan beliau dengan Khadijah sekitar 25 tahun dan beliau tetap setia hingga akhir hayat istri tercintanya tersebut.  Disebutkan dalam riwayat hadits, betapa berdukanya Baginda Rasul dengan kepergian istri tercintanya tersebut yang menjadi salah satu sebab Allah menghiburnya dengan meng- Isra’ Mi’rajkan beliau.

Dua tahun berikutnya beliau baru berpoligami, dengan alasan lebih pada sifat ‘menyantuni’ wanita wanita (janda-janda) ketimbang alasan pemuasan nafsu lahiriah.  Belakangan saya baru dengar dari ustad saya bahwa salah satu hikmah Rasulullah menikahi Aisyah yang usianya sangat muda adalah; Aisyah banyak meriwayatkan hadits-hadits tentang hubungan suami-istri yang didasarkan dari pengalamannya, hidup bersama Rasulullah.  Ini membuat saya berpikir bahwa hal tersebut sudah dipikirkan masak-masak oleh Rasulullah dan bukan mustahil itu merupakan perintah dari Allah.  Siapa lagi yang akan menyampaikan hadits2 tadi, kalau bukan istrinya yang masih muda, dan juga sangat dicintainya tersebut.

Kembali ke Ainun-Habibie, beliau adalah potret keagungan cinta masa kini, yang bukan sekedar teori dalam bentuk indahnya syair, puisi ataupun lagu.  Cinta Pak Habibie terhadap Bu Ainun adalah cinta dalam dalam mahligai perkawinan yang Insya Allah mendapat keridhaan Allah SWT.  Meski tak ada syair-syair puitis seperti puisi cinta Qays sang ‘Majnun’ terhadap Layla.  Meski beliau tak sanggup membangun 1000 candi dalam semalam seperti bukti cinta Bandung Bondowoso terhadap Roro Jonggrang.  Beliau adalah teladan kita yang nyata dalam hal ini.

Saat terjadi prahara dalam rumah tangga seorang sahabat, saya kirimi ia bait-bait lagu “Prahara”,



Harapku….
Jangan dulu berpisah
Kenanglah saat cinta merekah

                                                          
Pintaku….
Jangan dulu menyerah
Sebelum sesal nanti terlambat sudah
                                                         

Semoga kita bisa mencontoh teladan Ainun-Habibie dan diberikan rumah tangga yang awet dalam ridha Allah SWT.

Sebab, bukankah cinta datang untuk menyatukan dua hati yang berbeda?


Jatiwaringin, long weekend (Lagi sok romantis)