Saturday, April 16, 2016

Tumbak, Paduan Panorama Alam dan Keajaiban Pemandangan Bawah Laut di Minahasa Tenggara


Sebenernya telat banget postingan ini karena kejadiannya sudah hampir setengah tahun yang lalu. Namun trip ini sungguh berkesan buat saya. Rasanya sayang banget kalo nggak didokumentasikan.



"Travel is the only thing you buy but makes you richer." - Anonymous


Mungkin karena alasan ini pula yang membuat saya nggak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk berkunjung ke bagian lain di tanah Celebes. Trip terakhir sekalian demobilisasi dari penugasan di site (mumpung tiket pesawat dibayarin company euyy....hehe...)

Pagi itu, sekitar pukul delapan kami mendarat di bandara Sam Ratulangi, Menado. Ada juga rekan yang berangkat dari Jakarta dan bandara Menado adalah meeting point kami sebelum berangkat ke Tumbak. Desa Tumbak yang terletak di Minahasa Tenggara merupakan tujuan pertama dari trip Tumbak-Bunaken-Rammang Rammang yang kami rencanakan. 

Meski hanya empat orang dari rombongan kami yang akhirnya mengikuti trip ke Tumbak, but show must go on. Tumbak saya pilih sebagai destinasi pertama kami dari hasil browsing, menggantikan Pulau Lembeh yang lebih dikenal sebagai lokasi diving, kaya akan keanekaragaman biota laut dan berjarak lebih dekat dari Menado.

Feeling anti mainstream saya mengatakan lokasi ini menarik karena belum terlalu dikenal, bahkan oleh orang2 yang tinggal di Menado sekalipun. Harapan kami mudah2an worthed, lah.. Mengingat untuk mencapai Tumbak butuh sekitar tiga jam perjalanan darat dari kota Menado.

Dengan menggunakan jasa agen wisata, singkat cerita kami sampai di Tumbak. Kami berhenti di sebuah rumah yang didepannya terpampang sebuah papan nama ‘Tumbak Cottage’.

Adalah Yoan, seorang bule berasal dari Perancis yang menikahi anak pemilik rumah ini dan membangun Tumbak Cottage yang berlokasi tidak terlalu jauh dari bibir pantai desa Tumbak. Ada yang lucu saat pertamakali ketemu Yoan. Tadinya kami sudah siap siap menyapa dalam bahasa Inggris. Namun langsung ‘makjleb’  mendengar ia berbicara dengan mertuanya menggunakan bahasa Indonesia dengan logat Menado yang kental…Hahahaaa….

Setelah beristirahat sejenak dan karena hari telah sore, kami segera diantar pemilik rumah ke Tumbak Cottage menggunakan sebuah perahu motor. Cottage ini hanya berjarak beberapa ratus meter dari bibir pantai. Berada tepat dibalik pohon pohon mangrove yang memang sengaja ditanam sebagai penghalang ombak. Terdiri dari 2 bangunan yang masing2 terdiri dari 2 kamar. Sewaktu kami datang bangunan keduanya masih dalam tahap konstruksi. Praktis hanya 2 kamar yang bisa digunakan.


Tumbak Cottage


Suasana sore hari di Tumbak Cottage sangat syahdu. Sore itu kami berempat plus Pak Allan (pemandu kami) -in the middle of nowhere- serasa betul2 tengah berada di tempat yang sangat asing di tengah lautan. Begitu jauh dari keramaian dan hiruk pikuk kegiatan manusia. Kami sempat kepikiran, barangkali ini lokasi yang tepat buat ‘Nyilemers’ jika suatu saat mengadakan reunian.

Jempolpun juga pengen selfie :)



Senja Syahdu di Atas Tumbak Cottage

Sekitaran cottage tersebut, sebagaimana lazimnya perairan disekitar hutan bakau, sama sekali bukan lokasi ideal untuk snorkeling. Pak Allan segera mengeluarkan pancingnya dan dalam hitungan beberapa puluh menit mendapatkan beberapa ikan termasuk seekor ikan pari kecil.

Makan malam disuplai dari darat dengan perahu motor yang sama. 
Wahh…masih kebayang sensasinya makan malam di tempat ini.

Meski makanan disuplai dengan rantang dan menunya sederhana
Namun tastenya lumayan enak (tuh... buktinya...)


Sekitar jam 8 malam tiba2 lampunya mati…(huwaaaaaaa….kenapa mesti sekarang dan disini pulaakkk…..)

Oiiyaa…cottage ini menggunakan solar cell sebagai sumber listriknya. Di siang hari panel2 suryanya menyerap energy listrik dari matahari dan menyimpannya ke dalam baterai aki. Di malam hari digunakan untuk menghidupkan lampu. Untungnya di tempat ini sinyal seluler masih OK. Pak Allan menelpon ke darat dan tidak begitu lama bantuan segera tiba.

Yoan datang sendirian menggunakan perahu motor dan membawakan lampu kapal. Menurut Yoan biasanya solar cell tsb cukup untuk menghidupkan lampu sepanjang malam. Barangkali ada yg nge-charge HP sehingga batereinya drop. Oooow…jadi ga boleh ngecas HP ? Bilang dong dari tadi…hehe..

Kami sempat ngobrol dengan Yoan sebelum dia kembali ke darat. Sampai saat kami sebutkan tujuan kami berikutnya adalah Bunaken, tiba2 dia menimpali dengan sinis.

“Masih ada hari gini orang yang mau ke Bunaken ?”
Jlebbb….kamipun langsung illfill mendengarnya. 
Gimana enggak? Lha wong Bunakenlah tujuan utama dalam trip kami sebenarnya.

“Emang kenapa?” 

Dan mengalirlah cerita dari Yoan bahwa sebagian besar terumbu karang di Bunaken sudah rusak dan mati. Kemungkinan disebabkan oleh gencarnya promosi wisata bahari yang menyebabkan wisatawan2 tak berpengalaman merusak terumbu karang ketika snorkeling maupun belajar diving.

“Terusss….kalau di tempat ini gimana ?”   (penasaran doonngg….)

“Di sekitar sini masih banyak yang bagus,” kata Yoan

Dan ekspektasi kamipun melambung...nggak sabar lagi menanti esok pagi.

Ketika Joan pulang kami masih lanjut ngobrol. Ada pemandangan yang sempat bikin kami takjub. Tiba2 di bawah cottage bermunculan makhluk2 kecil yang bercahaya kebiruan seperti aliran2 listrik. Setelah kami amati ternyata bentuknya seperti ubur2 kecil dalam jumlah yang cukup banyak.

Dan sudah waktunya tidur. Satu kamar dipakai cowok cowok berempat dan Joanne, satu2nya cewek di rombongan kami tidur di kamar satunya.   

Esok pun segera tiba.

Setelah sarapan pagi kami diantar menuju pulau Baling Baling, sebuah pulau kecil yang nggak ada penghuninya. Dan kamipun segera mendaki keatas untuk melihat view dari atas pulau ini.


Mendaki Pulau Baling Baling


Pulau Baling Baling






Puas mengambil foto foto kami segera turun dan melanjutkan perjalanan ke Pulau Ponteng untuk snorkeling. 






Kesan pertama saat tiba di Pulau Ponteng biasa2 aja. Setelah menyusuri pantai berbatu, kami tiba di lokasi snorkeling. 

Wah...koq banyak ubur2nya yahh...besar2 pulakk.......

Namun begitu masuk ke air kamipun takjub dibuatnya. 
Inilah pemandangan bawah laut terbaik kami selama snorkeling di banyak spot di Sulawesi. 


Meski terlihat beberapa ubur ubur berukuran besar, namun nggak terlalu menggangu dan dapat dihindari dengan mudah. Bahkan kadangkala kami sentuh dengan lembut bagian tubuhnya yang berbentuk payung seperti ketika kami bermain dengan sting-less jellyfish di Togean .




Seekor ikan pari melesat didepan saya dengan cepat. Meski rada deg2an karena takut dengan sengatan ekornya saya berusaha mengejar untuk memfotonya.

Dapet juga foto ikan pari meski dari jarak yg agak jauh
(perhatikan di bagian kiri atas)

Disini kualitas airnya sangat OK sehingga pandangan didalam air juga sangat jelas
Kingdom of Nemo


Saat asyik bersnorkeling ria tiba tiba saya menemukan anemon berukuran sangat besar. Yang terbesar dari anemon2 yang pernah kami lihat selama ini. Praktis banyak ikan2 cantik termasuk beraneka jenis nemo senang bermain2 disini.

Gondrong beuutttt anemonnya
The largest anemon I've ever seen




Selesai snorkeling di sekitar Pulau Ponteng kamipun segera naik perahu. Ketika pemilik perahu mengatakan ada spot dimana sering ditemukan hiu, teman2pun penasaran dan kami minta berhenti dulu di spot tsb.

Tadinya saya sempat ngga mau ngikut. Tapi setelah dipikir barangkali ini kesempatan cuma  sekali dalam seumur hidup.

Byuurrr....nyebur lagi deh.

Dan kali ini acaranya adalah 'hunting' hiu. Rada memacu adrenalin juga sih membayangkan bertemu hiu yang besar....hiiiyyyyy.....

Perairan di spot ini cukup dalam. Dan setelah bbrp lama bbrp teman mengatakan melihat gerombolan anak2 hiu berang dengan sangat cepat.

Unfortunately, saya nggak ngeliat satupun..huuhuhu...

Setelah itu kami segera kembali ke cottage, membereskan perlengkapan dan menuju rumah mertua Yoan di desa Tumbak untuk bilas dan makan siang. Setelahnya kami segera berpamitan dan kembali ke Menado,


------------------------------------
Tumbak dan Pulau Ponteng....

Meski baru sebagian kecil wilayahmu yang sempat kami eksplor
Namun cukup untuk membasahi insang dan mengobati dahaga kami
Akan keindahan surga bawah laut yang telah banyak hilang dari nusantara ini


Teringat akan seorang pemuda dari sebuah negara maju
Anti kemapanan dan memilih untuk menjalani hidup di negara orang
Di sebuah desa nelayan yang jauh dari keramaian
Telanjang dada dan telanjang kaki adalah kesehariannya
Marah jika ada yang orang yang secara sengaja maupun tidak sengaja merusak terumbu karang

==========================================
Salute for Yoan !!!

Thanks for fallin' in love with our land, our sea, our beach...
And maybe....our country

==========================================

Aleeeeexxx.....................!!
Foto yang bareng Yoan mannaaa ??


Wednesday, September 16, 2015

Segarnya Mandi di Leuwi Cipet dan Leuwi Hejo

Sebetulnya telat banget postingnya karena trip ini diadakan bbrp bulan yg lalu saat sedang cuti ke Jakarta. Daripada nggak ada jejaknya sama sekali mending posting foto2 dan videonya aja deh.



Trekking (ngapain bawa2 tas kresek tuh)


Main lompat-lompatan ahh...

 






























* Untuk info detil lokasi dan transportasi kesana silahkan browsing aja. Berhubung lokasinya dekat dengan Jakarta maka sudah banyak blogger yang mengulas mengenai tempat ini.











Wednesday, August 19, 2015

Gunung Lukapan & Pulo Dua, Amazing Landscape at the edge of peninsula, Central Sulawesi



Kalau ada orang yg tidak menyukai panorama alam, bentang pegunungan dan juga keindahan pemandangan bawah laut pastilah orang bodoh namanya. Meski bukan seorang pendaki gunung dan penyelam, namun gunung dan laut selalu memikat saya. 

Dua setengah tahun sudah saya lewati penugasan di Kabupaten Banggai. Sudah banyak tempat2 menarik yang kami kunjungi selama ini. Sungguh suatu kebetulan mendapatkan lokasi penugasan yang banyak memiliki potensi wisata alam dan dikelilingi teman2 muda berjiwa adventurer untuk mengksplorasi keindahan alamnya.

Di penghujung akhir tugas disini (padahal msh dua setengah bulan lagi..hikss..) saya ingin menutupnya dengan sebuah trip yang berkesan. Sebentuk  perpisahan kepada bumi Celebes sebagai ‘rumah kedua’ saya selama dua setengah tahun terakhir. Dan pilihan saya jatuh pada “Bukit (masyarakat setempat menyebutnya gunung) Lukapan Pulau Dua, Balantak.”

Sebetulnya ini adalah kali yang ketiga  saya berkunjung ke Pulau Dua yang berada di ujung peninsula Sulawesi Tengah. Namun saya masih penasaran banget karena belum sempat mendaki ke bukitnya di dua trip sebelumnya.

Tepat saat azan Subuh kami singgah di sebuah desa (sekitar 8 km sebelum Balantak) untuk sholat subuh dan buang hajat. Baru kemudian melanjutkan perjalanan menuju Balantak. Perjalanan Luwuk-Balantak sendiri memakan waktu sekitar lima jam menggunakan mobil (saat pulang kami menggunakan jalur yang lebih singkat yaitu sekitar tiga jam perjalanan).  

Mentari pagi menyembul malu, mengintip kami yang sedang sarapan roti tawar sesaat setelah tiba di Balantak.

- breakfast at golden moment-


Ohayoo..Balantak
Setelah mengisi perut ala kadarnya, perjalanan dilanjutkan ke desa Kampangar, desa terakhir di penghujung timur Sulawesi Tengah.
Sesampainya di Kampangar segera kami bertanya2 kepada penduduk setempat kiranya ada yg bersedia mengantarkan kami untuk mendaki Gunung Lukapan.

Atas saran seorang penduduk setempat, kami menuju ke rumah kepala desa Kampangar untuk minta dicarikan pemandu.

Singkat cerita, setelah mendapatkan pemandu kami segera menuju ke kaki Gunung Lukapan.




Jalur ini nggak saya rekomendasikan bagi yang membawa kendaraan roda empat. Soalnya masuk kebun2 yang kondisi jalannya bumpy dan banyak ranting2 yang potensial membuat cat mobil tergores.

- point terakhir sblm pendakian -



"Farewell Trip"-nya Krisnoy, yg akan demob akhir bln ini
Soon I'll be the only one of "Dewan Syuro Nyilemers" left at site...hikss...


Meskipun keliatannya ngga terlalu tinggi, jangan dikira bukit ini gampang untuk didaki. Kemiringannya cukup membuat repot, terutama bagi yang jarang berolahraga, kelebihan berat badan dan juga 'saltum' karena tidak memakai alas kaki yang tepat. Belukar dan semak berduri dikaki bukit pun udah sukses menoreh 'tanda' di punggung telapak kaki saya.

Beberapa dari kami tertatih dan terseok seok sehingga memerlukan bantuan rekan yg lain. Kalo ngga ati2 salah salah bisa jatuh dan terguling ke jurang.

"Difficult Roads Often Lead to Beautiful Destinations"


Finally.....(setelah pendakian dengan medan sulit yang sukses membuat bbrp dari kami lecet2 dan berdarah2)



- Euphoria Merah-Putih -





Dirhagayu RI ke 70 !


Indonesiaaa....Ai lop yu pull...



Panorama view

* Nyesel banget ga sempat naik ke bukit ini bersama2 Dewan Syuro Nyilemers :(

 
Pulo Dua, view from Gunung Lukapan

di sisi ini malah pasirnya putih

Cokelat-Hijau-Biru


 
- Terik -

- exhausted & dehydrated -

kuning-coklat (di musim hujan bukit ini berubah warna menjadi hijau)

Ketika turun dari bukit kami melewati sisi satunya yaitu yang mengarah ke pantai. Bagi yg punya waktu terbatas saya saranin naiknya juga melalui sisi yg ini. Ngga usah niru rute kami yg mengakibatkan harus ngambil mobil lagi di perkebunan kelapa dengan jarak yg lumayan bikin kaki yg udah nyut2an ini tambah gempor..huhuhu..

Ayookk..tinggal sedikit lagi ....

Setelah beristirahat sejenak dan dilanjutkan makan siang di Balantak kami menuju pantai utk menyeberang ke Pulau Dua.

ketinting n snorkeling

Di balikPulau Dua (pulau yg lebih besar) ada cottage yg belum lama berdiri. Bangunannya lumayan bagus. Rencana awalnya kami berniat bermalam disana. Namun sayangnya sampai dengan saat kami berada disana cottage tsb belum dikelola dengan baik. Akibatnya fasilitas2nya banyak yg rusak. Entah kenapa cottage yg tentunya dibangun dengan dana yg tidak sedikit tsb dibiarkan terbengkalai. Di pantai depan cottage tsb kami bersnorkeling ria.

Underwater viewnya lumayan clear, koralnya warna warni. Namun sayang ikannya sedikit sekali. Mungkin karena saat itu airnya lg dingin banget. Kami yg snorkelingan sampe menggigil setelahnya. Dibandingkan dengan beberapa spot snorkeling lainnya yg pernah kami datangi, spot ini kurang menarik lah. Menurut saya masih jauh lebih bagus di Pulau Dua bagian pulau yang kecilnya.

Sekian, Trip Reportnya.

Every journey has an end........(my assignment as well..hehe..)

Mampir di Bukit Keles Luwuk untuk sekedar minum saraba dan mie instant


 * Thanks to Uun, Erva dan Kinan buat foto2nya






Thursday, March 26, 2015

Hattrick Togean !!

Dalam dua tahun terakhir, libur dua hari berurutan merupakan sebuah kemewahan buat saya. Karena cuma di dua hari libur berurutan inilah yang memungkinkan untuk berlibur ke Togean.
Maka, di Jum’at malam menjelang libur Hari Raya Nyepi lalu kami berangkat menuju pelabuhan Bunta, tempat  penjemputan kapal yg akan kami gunakan untuk menyeberang ke Togean.
Biar nggak perlu nginap di Bunta, sengaja kami berangkat menjelang tengah malam dari Luwuk, setelah kongkow kongkow… ngopi sejenak sambil ngedengerin live music di sebuah kafe terbuka.
Sabtu pagi menjelang fajar pun kami sudah sampai di Bunta. Setelah sholat subuh dan sarapan ala kadarnya dengan bekal yang kami bawa, kami segera menuju pelabuhan dimana kapal kami telah menunggu sejak malam harinya.
Dan inilah yang menyambut keberangkatan kami ke Togean, membuka hari indah kami dengan penampakan lukisan alam yang tiada duanya. Sebentuk kurva pelangi setengah lingkaran sempurna !
 


Kereenn..kaann ?  Pernah nggak kalian ngeliat yg kayak gini ?
Jujur aja… baru kali ini saya nyaksiin secara langsung pelangi yang kedua kakinya menyentuh horizon. Subhanallah…kereenn bingits ..!!
 
Tak menunggu lama, kapal pun segera angkat sauh begitu semua peserta rombongan kami naik ke kapal dan langsung membelah selat Tomini menuju ke Togean. Di tengah perjalanan terlihat beberapa lumba lumba melompat lompat di kejauhan.
 
The Mirrors

Siapa yang bisa menolak melihat pemandangan seindah ini

 
 "Sekali dalam setahun, pergilah ke tempat yang belum pernah kau datangi sebelumnya”. 
Entah darimana asal muasal kutipan yg pernah saya baca dalam sebuah blog ini. Yang jelas, saya setuju banget dengan ‘kalimat saran’  tsb.
Jadi meski ini adalah kali yang ketiga kami berlibur ke Togean, saya sama sekali nggak minat untuk menginap di resort yang pernah kami singgahi sebelumnya.
Di kunjungan pertama, kami menginap di Poyalisa - sebuah pulau cantik di ujung barat kawasanTaman Nasional Kepulauan Togean (laporan perjalanannya bisa dibaca disini).
Di kunjungan ke-dua kami menginap di Kadidiri - sebuah resort yg berada di tengah2 kawasanTaman Nasional Kepulauan Togean (laporan perjalanannya bisa dibaca disini).
Kali ini pilihan kami jatuh pada Bolilanga Resort
Bolilanga pulaunya cukup cantik dan resortnya lumayan bagus. Yang terpenting buat kami yaitu tersedianya air bersih yang cukup untuk sekedar mandi dan BAB.  Soalnya di Togean itu susah untuk mendapatkan air bersih. Selain itu pulau ini memberikan bonus yang lain (akan saya ceritain kemudian).
 
Bolilanga Island

Selesai check-in dan makan siang di resort, kami segera naik kapal lagi untuk menuju Pulau Papan, salah satu tempat permukiman Suku Bajo di Togean. Tahun lalu kami juga mampir kesini,  namun kecewa karena jembatan kayu yg menghubungkan Pulau Papan dan Pulau Malengenya banyak yg rusak.

Bersama anak anak suku Bajou - Pulau Papan
 
Alhamdulillah kali ini sudah diperbaiki oleh pemerintah setempat dan kelihatan jauh lebih kokoh. Sayangnya kami terburu buru selama ada di tempat ini karena mesti nyari spot untuk snorkeling. Jadi di kesempatan kali inipun kami nggak sempat nyeberangin jembatannya…. Hiksss…hiksss…
 
Dari Pulau Papan kami menuju Hotel California, sebuah spot terumbu karang yg juga udah pernah kami kunjungin tahun lalu. Namun saat ini di tempat ini telah berdiri bangunan yang kokoh dan papan nama yang menunjukkan bahwa tempat tsb adalah sebuah area konservasi, khususnya terumbu karang.

Hotel California Reef (Kiri : Bangunan Baru ; Kanan : bangunan Lama)

Gubuk reyot legendaris - penanda spot Hotel California yg lama - juga masih ada, meski kondisinya makin laa yahya wa laa yamuut…hehe…
 
Snorkeling at Hotel California Reef
 
 
Diantara sekian daya tarik Kepulauan Togean, sunset moment adalah salah satunya.
Kamipun memutuskan untuk menikmati saat2 matahari terbenam di Hotel California.
 
Menunggu Sunset @ Hotel California Reef
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 



Sunset Moment
Setelah kembali ke resort, mandi dan makan malam, saya dan beberapa teman pergi ke dermaga Bolilanga. Tahukah kalian, di Togean itu kita bisa ngeliat bintang jelas banget. Kayak di planetarium gitu deh. Sungguh obyek yg sempurna  untuk belajar moto bintang (sayangnya masih belom bisa juga...hiksss....). Dan tiga fotografer amatiran 'trial n error', gimana caranya supaya bisa moto bintang.


The resort at night
  

Belajar moto bintang

Anak2 cewek datang bergabung, ambil posisi dan tiduran terlentang diatas dermaga sambil nerawang ke langit ngeliatin bintang. Barangkali dalam hatinya bilang, “Tuhan...tunjukkan padaku…bintang yg manakah jodohku ? Buatlah bintang tsb berkedip sbg tandanya”.  Dan sebagian merasa ngeliat pertanda bintangnya ‘blinking’…tuing…tuingg…Hahaha…
Malam harinya hujan cukup lebat dan ternyata berlanjut hingga esok paginya.
“Waduhh…bisa gagal semua acara hari ini,“ pikir saya. Sudah jam delapan pagi dan kapal kami yang malamnya pulang ke Wakai belum juga  datang.

Akhirnya sambil gerimis kecil kami snorkeling di depan cottage.
Nyesel banget ngga nyebur dari pagi sambil ujan ujanan.
Inilah bonus yang saya maksud, terumbu karang dan ikan ikannya oke punya….ternyata.
 


 
 
Belum puas snorkeling di house reef Bolilanga, kapal kami tiba2 datang. Terpaksa ‘mentas’ deh, biar bisa segera pergi ke danau ubur ubur.
Ternyata ada yg baru di danau ubur ubur. Pemerintah atau dinas pariwisata setempat juga membangun bbrp fasilitas di lokasi ini.

Mariona - The Jellyfish Lake
 
Nggak ada kata bosan buat saya, berenang dan menikmati sensasi berenang bersama ubur ubur. Cuma kali ini kondisi airnya seperti air gula. Jadi foto fotonya hasilnya nggak bisa 'clear'. Suhu airnya juga berubah ubah. Kadang airnya terasa anget, tiba tiba jadi dingin dan sebaliknya. Sepertinya terjadi percampuran antara air laut dan air danau tsb. Semoga ubur uburnya nggak bermutasi jadi menyengat lagi. Seandainya ubur ubur sebesar itu dan sebanyak itu menyengat, bisa dibayangkan. Hiiiiiyy...........
 

Puas berenang bersama ubur ubur kami pun kembali ke resort.
Setelah mandi bilas dan makan siang kamipun check out dan segera naik kapal lagi menuju Bunta.

Beruntungnya, di perjalanan pulang ombak keliatan sangat tenang. Bahkan seperti di danau yang tanpa riak gelombang. Dari puluhan kali kami ‘melaut’ baru kali ini saya rasakan laut setenang ini. Sesekali muncul ikan ikan terbang yang melayang diatas air sampai jarak yang lumayan jauhnya.


The Models (dalam perjalanan pulang)
Plan B : Kalo gagal jadi fotografer mo jadi model aja :p